Islam adalah agama paling sempurna.
Kesempurnaan Islam menyangkut semua yang berhubungan dengan kehidupan manusia.
Mulai dari urusan politik, ideologi, ekonomi, hukum, sosial budaya, hingga ke
urusan yang sifatnya sangat pribadi. Salah satunya adalah urusan bersuci atau
dalam ilmu fiqh disebut Thaharah.
Thaharah menurut bahasa berarti bersih.
Menurut istilah fuqaha (ahli fiqh) diartikan membersihkan hadas atau menghilangkan
najis, yaitu seperti darah, air kencing, dan tinja.
Dalam pandangan Islam, masalah bersuci dan segala yang berkaitan dengannya, merupakan kegiatan yang sangat penting.
Karena, di antara syarat sahnya salat adalah orang yang mengerjakannya suci dari hadas, badan, pakaian,
dan tempatnya dari najis.
Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Allah
menyukai orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”
(QS. al-Baqarah [2] : 222).
Bersuci atau berthaharah berkaitan langsung dengan (1) alat bersuci
(air, tanah, batu dan sebagainya) (2) kaifiat
atau cara bersuci, (3) macam dan jenis najis yang harus dihilangkan, dan (4) sebab-sebab yang mengakibatkan wajibnya bersuci.
Bersuci sendiri terdiri
dari dua bagian yaitu bersuci dari (1) hadats besar dan kecil. Hadats besar
disucikan dengan jalan mandi, sedangkan hadats kecil dilakukan denngan cara
berwudhu. (2) bersuci dari najis, dengan jalan mencuci benda yang kena najis,
sehingga hilang materi najis itu, warna, rasa dan baunya.
Macam-macam
Alat Bersuci
Untuk dapat menyucikan diri dari hadas dan najis itu
sebaiknya menggunakan air, sebagaimana firman Allah SWT: "..Dan Kami turunkan dari langit air yang suci
lagi menyucikan. " (QS. al-Furqon [25]: 48).
Akan tetapi selain air, untuk dapat bersuci dapat menggunakan tanah sebagaimana
Firman-Nya dalam surat an-Nisa [4]: 43, “…Kemudian kalian tidak
mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian dengan tanah yang
suci.”
Macam-macam
Air dan Pembagiannya
Ditinjau diri
segi hukumnya, air dapat dibagi menjadi empat macam:
- Air
yang suci dan menyucikan (thahir
wa munthahhir lighiarih), air yang jatuh dari langit atau terbit dari bumi
dan masih tetap keadaannya. Air yang demikian, boleh dipakai minum dan sah
digunakan untuk bersuci. Misalnya
air hujan, air sumur, air laut, air salju, air sungai, air sumberan, dan air
embun.
Sebagaimana dalam firman Allah : “..dan Allah menurunkan
kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu.” (QS. al-Anfal : 11).
- Air suci tetapi tidak dapat
digunakan untuk bersuci (thahir wa ghairu muntharir lighairih), yaitu
air yang tercampur dengan suatu benda yang suci (terkena air kopi, teh, dan
sebagainya), yang kurang dari dua kulah, dan air yang keluar dari pepohonan dan
buah-buahan (air kelapa).
- Air yang bernajis, yaitu air yang
sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis. Air ini benar-benar tidak dapat
dipergunakan untuk bersuci.
- Air yang makruh, yaitu air yang suci
namun terjemur oleh terik matahari dalam suatu bejana (selain bejana emas dan
perak). Air ini makruh dipakai badan, tapi tidak untuk pakaian. Sebagaimana
sabda Rasulullah, Dari Aisyah, sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya
matahari. Maka Rasulullah SAW berkata,” Janganlah engkau berbuat demikian, ya
Aisyah. Sesungguhnya air yang dijemur itu dapat menimbulkan penyakit sopak.”
(HR. Baihaqi).
Benda-benda yang Termasuk Najis
Dalam istilah Ilmu Fiqh, najis berarti kotoran
yang bagi setiap Muslim wajib menyucikan diri daripadanya, dan menyucikan dari
apa yang dikenainya.
Suatu barang, menurut hukum aslinya adalah suci selama tak ada dalil yang
menunjukan bahwa benda itu najis. Benda najis itu banyak, di antaranya :
- Bangkai
binatang darat, darah,
daging anjing dan babi.
Bangkai adalah binatang yang
mati begitu saja tanpa disembelih menurut ketentuan agama. Allah berfirman “Diharamkan
bagimu memakan bangkai, darah, dan daging babi (QS. al-Maidah [5]: 3).
Dikecualikan
dari itu:
(a) Bangkai ikan
dan belalang, (b) Bangkai
binatang yang tidak mempunyai darah mengalir seperti semut, lebah, nyamuk,
dan lain-lain, maka ia adalah suci. (c) Tulang dari
bangkai, tanduk, bulu, rambut, kuku dan kulit dari binatang yang hukumnya suci. Segala macam darah itu najis,
selain hati dan limpa. Rasulullah bersabda : Telah dihalalkan bagi kita dua macam darah, yaitu hati dan limpa. (HR.
Ibnu Majah). Dikecualikan juga, darah yang tertinggal di daging binatang yang
sudah disembelih, misalnya darah ikan.
- Nanah, segala macam nanah itu najis,
baik yang kental maupun cair. Karana nanah itu merupakan darah yang sudah
busuk.
- Segala benda cair yang keluar dari
dua pintu (tempat air kecil dan besar), semua itu najis -selain dari mani- baik
yang biasa (air kencing dan tinja) ataupun yang tidak biasa (seperti mazi,
cairan yang keluar dari kemaluan laki-laki ketika ada syahwat sedikit), baik
dari hewan yang halal dimakan, maupun yang tidak halal.
Kaifiat
Menyuci Benda yang Kena Najis
Untuk melakukan cara menyuci benda yang kena najis, terlebih
dahulu akan dijelaskan pembagian najis.
- Najis Mughaladhah, yaitu najis
yang berat, yakni yang
timbul dari najis anjing dan babi. Cara menyucikannya ialah lebih dahulu dihilangkan wujud benda najis
itu, kemudian baru dicuci bersih dengan air sampai tujuh kali dan salah satunya
dicuci dengan air yang tercampur tanah. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Cara menyuci bejana apabila
dijilat anjing, hendaklah dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah dicampur
dengan tanah.” (Riwayat Muslim).
- Najis Mukhafafah : yaitu najis
yang ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang umurnya kurang dari dua
tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya. Cara menyucikannya cukup dengan
memercikan air pada benda yang kena najis itu sampai bersih meskipun air itu
tidak mengalir.
Adapun kencing
bayi perempuan yang belum makan selain susu hendaklah mencucinya dengan cara
dibasuh dengan air yang mengalir di atas benda yang terkena najis itu, dan hilang zat najis
dan sifat –sifatnya.
Rasullah bersabda, “Kencing anak-anak
perempuan dibasuh dan kencing anak laki-laki diperciki saja.” (HR.
Tirmidzi)
- Najis Mutawassithah (najis yang
sedang), yaitu najis
yang lain selain yang tersebut dalam najis ringan dan berat. Najis Mutawassithah dapat dibagi menjadi dua
bagian :
- Najis 'ainiyah : Yaitu najis yang bendanya
berwujud. Cara menyucikannya dengan menghilangkan zat (bendanya) lebih dahulu
hingga hilang rasa, bau, dan warnanya. kemudian menyiramnya dengan air sampai
bersih.
- Najis hukmiyah : yaitu najis tidak berwujud
bendanya, seperti bekas kencing, arak yang sudah kering, cara mensucikannya
cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis itu.
[]
Rasyid,
Sulaiman, (2004), Fiqh Islam, PT. Sinar Baru Algesindo, Bandung, cet. 36
hlm. 13