Dalil menurut Bahasa adalah
petunjuk. Sedangkan menurut istilah yaitu bukti yang dapat dijadikan sebagai
petunjuk untuk menyatakan sesuatu itu benar atau salah. Kebenaran dan kesalahan
dapat diyakini jika ada bukti-bukti atau alasan yang kuat yang menunjukkan atau
menyatakan bahwa sesuatu itu benar atau salah. Bukti itulah yang disebut dengan
dalil.
Dalil dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu :
1.
Dalil Aqli
Menurut bahasa, dalil aqli adalah petunjuk yang
didasarkan pada akal. Menurut istilah, dalil aqli yaitu bukti-bukti atau alasan
tentang sesuatu itu benar atau salah yang didasarkan atas pertimbangan akal
sehat manusia.
Dalil aqli dapat digunakan untuk membicarakan
ilmu aqidah, karena aqidah itu berlaku bagi orang-orang yang mempunyai akal
sehat. Segala sesuatu yang berkenaan dengan aqidah harus diterima dan diyakini
oleh akal sehat sendiri (tidak ikut-ikutan). Sebagaimana dalam firman-Nya, “dan
tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah, dan Allah
menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akal sehatnya
(QS. Yunus : 100).
Dalil Aqli ada tiga macam, yaitu :
a. Wajib aqli, kepastian akal sehat menerima kepastian tertentu. Wajib aqli ini pun
kemudian terbagi lagi menjadi dua macam. Ada wajib aqli badhihi,
kebenaran yang dapat diterima akal tanpa pembuktian mendalam. Seperti
perhitungan 1+1 pasti akan dihasilkan jawaban 2. Juga wajib aqli nazhari, kebenaran sesuatu yang dapat diterima akal
setelah dilakukan penelitian, atau diberi keterangan yang lengkap.
Misalnya barang yang dilempar pasti akan
jatuh ke bawah.
b. Mustahil aqli, akal sehat mengingkari sesuatu yang terjadi.
Sebagaimana wajib aqli, mustahil aqli pun dibagi menjadi dua. Yaitu mustahil
aqli badhi (mustahil pakaian bayi bisa muat dipakai di badan orang dewasa)
dan mustahil aqli nashari.
c. Jaiz aqli, yaitu akal sehat mungkin menerima mungkin juga menolak atau mengingkari
terjadinya sesuatu. Misalnya, hari mendung. Mungkin hujan, mungkin juga tidak.
Di dalam Al-Qur’an, banyak terdapat ayat yang
menyatakan tentang kewajiban menggunakan akal, antara lain dalam Firman Allah
berikut ini : “sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membwa apa yang berguna bagi
manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air
itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) dan Dia sebarkan di bumi itu segala
jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan
bumi : sunggun (terdapat) tanda-tanda keesaan dan kebesara Allah) bagi kaum
yang berfikir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 164).
2.
Dalil
Naqli
Dalil naqli menurut bahasa berarti nash
Al-Qur’an atau Hadits. Sedangkan menurut istilah adalah bukti-bukti atau alasan
tentang kebenaran atau ketidakbenaran sesuatu berdasarkan al-Qur’an dan Hadits.
\
Walaupun manusia diberi akal oleh Allah
sehingga dapat membedakan yang baik dan buruk. Namun kemampuan akal manusia ada
batasnya. Akal manusia tidak akan mampu menyelidiki hal-hal yang bersifat gaib.
Seperti ruh, alam akhirat, neraka, zat Allah, dan sebagainya. Untuk mengetahui
hal yang bersifat gaib itu, manusia memerlukan keterangan melalui firman Allah
dan sunnah Rasul. Kedua landasan itulah yang dikatakan dalil naqli.
Kebenaran dalil naqli bersifat pasti, mutlaq dan belaku di segala tempat
dan waktu. Dalil naqli ini bersumber dari Firman Allah dan sunnah Rasul. Berikut
contoh dalil naqli. Bukti bahwa manusia diciptaan oleh Allah. Maka untuk
menjawab hal itu diperlukan dalil naqli, di antaranya surat al-Waqi’ah : 77 “Kamilah
yang menjadikan kamu semua, maka seharusnya kamu mempercai-Nya” (Alfat,
1994: 34-41).
Referensi :
Alfat, Masan dkk, (1994) Aqidah Akhlak, PT
Karya Toh Putra, Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :