1/17/2013

Jenis-Jenis Dalil



Dalil menurut Bahasa adalah petunjuk. Sedangkan menurut istilah yaitu bukti yang dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk menyatakan sesuatu itu benar atau salah. Kebenaran dan kesalahan dapat diyakini jika ada bukti-bukti atau alasan yang kuat yang menunjukkan atau menyatakan bahwa sesuatu itu benar atau salah. Bukti itulah yang disebut dengan dalil.
Dalil dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1.        Dalil Aqli
Menurut bahasa, dalil aqli adalah petunjuk yang didasarkan pada akal. Menurut istilah, dalil aqli yaitu bukti-bukti atau alasan tentang sesuatu itu benar atau salah yang didasarkan atas pertimbangan akal sehat manusia.
Dalil aqli dapat digunakan untuk membicarakan ilmu aqidah, karena aqidah itu berlaku bagi orang-orang yang mempunyai akal sehat. Segala sesuatu yang berkenaan dengan aqidah harus diterima dan diyakini oleh akal sehat sendiri (tidak ikut-ikutan). Sebagaimana dalam firman-Nya, “dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah, dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akal sehatnya (QS. Yunus : 100).
Dalil Aqli ada tiga macam, yaitu :
a.    Wajib aqli, kepastian akal sehat menerima kepastian tertentu. Wajib aqli ini pun kemudian terbagi lagi menjadi dua macam. Ada wajib aqli badhihi, kebenaran yang dapat diterima akal tanpa pembuktian mendalam. Seperti perhitungan 1+1 pasti akan dihasilkan jawaban 2. Juga wajib aqli nazhari,  kebenaran sesuatu yang dapat diterima akal setelah dilakukan penelitian, atau diberi keterangan yang lengkap. Misalnya  barang yang dilempar pasti akan jatuh ke bawah. 
b.    Mustahil aqli, akal sehat mengingkari sesuatu yang terjadi. Sebagaimana wajib aqli, mustahil aqli pun dibagi menjadi dua. Yaitu mustahil aqli badhi (mustahil pakaian bayi bisa muat dipakai di badan orang dewasa) dan mustahil aqli nashari.
c.    Jaiz aqli, yaitu akal sehat mungkin menerima mungkin juga menolak atau mengingkari terjadinya sesuatu. Misalnya, hari mendung. Mungkin hujan, mungkin juga tidak.
Di dalam Al-Qur’an, banyak terdapat ayat yang menyatakan tentang kewajiban menggunakan akal, antara lain dalam Firman Allah berikut ini : “sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membwa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi : sunggun (terdapat) tanda-tanda keesaan dan kebesara Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 164).

2.        Dalil Naqli
Dalil naqli menurut bahasa berarti nash Al-Qur’an atau Hadits. Sedangkan menurut istilah adalah bukti-bukti atau alasan tentang kebenaran atau ketidakbenaran sesuatu berdasarkan al-Qur’an dan Hadits. \
Walaupun manusia diberi akal oleh Allah sehingga dapat membedakan yang baik dan buruk. Namun kemampuan akal manusia ada batasnya. Akal manusia tidak akan mampu menyelidiki hal-hal yang bersifat gaib. Seperti ruh, alam akhirat, neraka, zat Allah, dan sebagainya. Untuk mengetahui hal yang bersifat gaib itu, manusia memerlukan keterangan melalui firman Allah dan sunnah Rasul. Kedua landasan itulah yang dikatakan dalil naqli.
Kebenaran dalil naqli bersifat pasti, mutlaq dan belaku di segala tempat dan waktu. Dalil naqli ini bersumber dari Firman Allah dan sunnah Rasul. Berikut contoh dalil naqli. Bukti bahwa manusia diciptaan oleh Allah. Maka untuk menjawab hal itu diperlukan dalil naqli, di antaranya surat al-Waqi’ah : 77 “Kamilah yang menjadikan kamu semua, maka seharusnya kamu mempercai-Nya” (Alfat, 1994: 34-41).

Referensi :
Alfat, Masan dkk, (1994) Aqidah Akhlak, PT Karya Toh Putra, Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :