1/17/2013

Memahami Riba


Dalam lisanul arab (14/304) dijelaskan, makna riba adalah bertambah dan berkembang. Adapun secara istilah, riba adalah suatu tambahan dalam jual beli pada dua barang yang sama-sama mengandung unsur riba. Jadi, tidak semua tambahan dalam jual beli atau yang lainnya dinamai riba. 

Hukum riba
Terdapat beberapa nash syara’ dari al-Qur’an, as-Sunah, dan kesepakatan ulama mengenai hukum riba jelas haram. Allah SWT berfirman : 
... Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. al-Baqarah [2]: 275)
Dan hadits Jabir yang artinya : “Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, yang memberi riba, orang yang mencatatnya, dan saksinya. Beliau pun melanjutkan, : meraka itu semua sama.” (HR. Muslim: 1598).

Macam-macam Riba
            Menurut Sulaiman Rasjid, dalam bukunya yang berjudul Fiqh Islam, sebagiam ulama membagi riba ke dalam empat macam, yaitu:
1.        Riba Fadhl, yaitu menukar makanan pokok yang ditimbang atau ditakar dengan jenis yang sama, namun ada yang dilebihkan salah satunya.
Riba Fadhl ini disebut juga riba buyu yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria kualitasnya, sama kualitasnya, dan sama penyerahannya. Pertukaran semisal ini mengandung ketidakjelasan bagi kedua pihak akan nilai masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan tindakan dzalim bagi masing-masing pihak. Supaya tukar-menukar seperti ini tidak termasuk riba, maka harus memenuhi tiga syarat :
·           Tukar-menukar barang tersebut harus sama
·           Timbangan atau takarannya harus sama
·           Serah terima pada saat itu juga.
2.        Riba Nasi’ah, yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis yang bayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan.
Riba nasi’ah atau nasa'i juga disebut juga riba duyun, yaitu riba yang timbul akibat hutang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko dan hasil usaha muncul bersama biaya. Riba jenis ini sering ditemui pada bunga kredit, bunga deposito, bunga tabungan dan bunga giro.
3.        Riba Qordh, yaitu meminjam sesuatu dengan syarat memberi tambahan bunga atau jasa (baik barang itu mengandung unsur riba atau tidak).
4.        Riba Yad, yaitu berpisah dari akad sebelum timbang terima. Maksudnya : orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelumnya ia menerima barang tersebut dari sipenjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab jual-beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.

Hikmah Diharamkannya Riba
Pada dasarnya, harta yang bertambah secara kasat mata yang dihasilkan dari aktivitas riba, akan kembali kepada kemusnahan. Sebaliknya, harta yang berkurang karena disedekahkan, sebenarnya adalah bertambah, karena pengurangan hanya pada kasat mata saja, tetapi pada hakikatnya adalah bertambah dan berlipat ganda.
Semua perbuatan Allah SWT adalah berdasar hikmah-Nya yang agung. Termasuk masalah riba ini, memiliki nilai hikmah atas pengharamannya. Menurut Ahmad ad-Da’ur di antara hikmah tersebut ialah :  

  1. Menjaga harta seorang Muslim agar tidak dimakan dengan cara yang bathil.
  2. Mengarahkan kepada kaum Muslimin untuk mengembangkan hartanya dalam mata pencaharian yang bebas dari unsur penipuan.
  3. Sebagai upaya menutup semua jalan yang akan mengantar kepada permusuhan sesama Muslim (sebab salah satu pihak akan merasa dirugikan).
  4. Menyelamatkan diri dari kebinasaan, karena orang yang memakan riba adalah zalim, dan orang yang zalim kelak akan binasa.
  5. Membuka kesempatan berbuat baik untuk sesama muslim, semisal meminjamkan harta tanpa bunga atau yang lainnya.
  6. Dengan memberlakukan sistem riba akan menyebabkan manusia malas bekerja, atau bahkan tidak mau bekerja. 


Referensi :
Rasjid Sulaiman, (2003); Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo, Bandung hal. 290
Ad-Da’ur Ahmad, (2004); Bantahan Atas Kebohongan Seputar Hukum Riba dan Bunga Bank, al-Azhar Press, Bogor, hal. 38
Buletin al-Furqon Volume 7 No. 2 1429 H, “Riba Merajalela”, Abu Usamah al-Kadiriy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :