Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam (QS. al-Imran
[3]: 102)
Di
setiap khutbah Jum’at, khatib selalu berpesan kepada jamaah untuk meningkatkan
ketakwaan. Begitu juga pada saat shaum Ramadhan, merupakan suatu wasilah untuk
mencapai derajat takwa. Karena ketakwaanlah yang meninggikan derajat seseorang
dengan yang lainnya dihadapan Allah SWT.
namun apakah sebenarnya takwa itu? Bagaimana wujudnya dalam kehidupan?
Apa
itu Takwa
Telah
difirmankan Allah SWT, dalam surat al-Hujurat [49]: 13: Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling takwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Hal
yang sama ditegaskan Rasulullah dalam khutbah wada’nya : “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah
orang yang bertakwa. Orang Arab tidaklah memiliki kelebihan dari bangsa lain.
Bangsa kulit putih tidak lebih baik dan yang berkulit hitam, melainkan dengan
ketakwaannya.“
Terdapat
ratusan kali Allah menyebutkan kata takwa, misalnya dengan kata ittaqqu terdapat sebanyak 66 ayat dan puluhan
kata takwa lainnya dengan beragam redaksi. Dalam mengakhiri ayat perintah dan
larangan, senantiasa ditemui kata-kata harapan agar yang menaati perintah dan
larangan tersebut menjadi orang yang bertakwa.
Lalu,
apa itu takwa? Didefinisikan para ulama bahwa takwa adalah: mengerjakan segala
perintah Allah, sekaligus menjauhi apa yang dilarang-Nya. Atau menjaga diri
dari adzab Allah dengan mengerjakan amal shaleh dan merasa takut kepada-Nya,
baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.
Kedua
definisi di atas pada dasarnya adalah penjagaan diri seseorang bahwa ia
senantiasa berjalan pada metode yang telah ditetapkan Allah, dan berusaha
semaksimal mungkin mengikuti yang halal dan menjauhi yang haram. (Alfat, 1997:
24).
Pengertian
lainnya tentang takwa juga terungkap dalam dialog antara Umar bin Khatab dan
Ubay Bin Kaab. Umar bertanya kepada Ubbay tentang takwa, maka dijawab oleh Ubay
dengan pertanyaan lagi, “Pernahkah engkau berjalan di jalan yang berduri? Ya
pernah,” jawab Umar. “lalu apa yang kau lakukan?” “aku menyingkirkan duri
tersebut,” jawab Umar. Maka berkata Ubay, “itulah takwa.”
Ketakwaan
ini pun menurut al-Maududi memiliki tanda-tanda, di antaranya :
1.
Melaksanakan kewajiban dengan rasa
tanggung jawab
2.
Merasa dirinya selalu dihisan oleh Allah
dalam berpikir, berkata, dan bertindak.
3.
Menahan diri dari segala sesuatu yang
dilarang Allah.
4.
Senantiasa siap sedia melaksanakan
perintah Allah.
5.
Mengerti betul tentang batas-batas hukum
Allah.
Ganjaran
Bagi yang Bertakwa, di antaranya :
1. Senantiasa
berada di sisi Allah
Bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa (QS.
al-baqarah [2]: 194),
Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan (QS. an-Nahl [16]: 128).
2. Memeroleh
cinta-Nya
Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaqwa. (QS.
at-Taubah [9]: 4 dan 7)
3. Dilindungi
Allah
dan Allah adalah pelindung
orang-orang yang bertakwa. (QS.
al-Jatsiyah [45]: 19)
4. Amalannya
diterima
"Sesungguhnya Allah hanya
menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.
(QS. al-Maa’idah [5]: 27)
5. Memeroleh
jalan yang terang
Hai orang-orang beriman, jika kamu
bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan
jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar.
(QS. al-Anfal [8]: 29)
6. Mendapati
rezeki yang tak terduga
Barangsiapa bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari
arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada
Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
(QS. ath-Thalaq [65]: 2-3)
Mengukur
Ketakwaan
Kembali ke definisi
awal tentang takwa tadi, yaitu menyingkirkan segala maksiat, menghindari apapun
hal yang mencemari kesetiaanya kepada Allah SWT. Tegasnya, merealisir segenap
aturan Allah dalam kehidupan. Maka sungguh mustahil seorang itu menjadi
muttaqin apabila ia masih belum bisa menjaga diri dari perintah dan larangan
Allah. Bahkan disabdakan Rasulullah SAW :
“Seseorang
tidak akan mencapai derajat Muttaqin (orang yang bertakwa) hingga ia
meninggalkan sesuatu yang mubah karena takut kepada berbuat sesuatu yang
dilarang. (HR. Tirmidzi).
Berarti, tak mungkin
seorang muttaqin itu orang yang menolak berlakunya ajaran Islam dalam dirinya
dan masyarakat. ketakwaan itu meninggalkan wujudnya dalam perilaku manusia.
Takwa itu pun tak lepas dari iman, amal
shalih, aqidah, ibadah, dan muamalah. Waulahu’alam
Daftar
rujukan :
Bulletin Jum’at al-Bina No 17/TahunVII
Alfat, Masan, 1997 Aqidah Akhlak, PT
Karya Toha, Semarang, hal: 24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :