a. Pengertian Tauhid
Menurut
bahasa, kata tauhid berasal dari bahasa Arab, yaitu wahhada,
yuhawwidu, tauhidah,
yang berarti mengesakan, menunggalkan, atau mengi’tibarkan
bahwa Allah adalah Esa.[1] Sedangkan menurut istilah, tauhid dapat diartikan sebagai meyakini
akan keesaan Allah dalam Rububiyah
(penciptaan, pemeliharaan, pemilikan), Uluhiyah
(ikhlas beribadah kepada-Nya) dan al-Asmaa
wa ash-shifaat (nama-nama dan sifat-Nya). [2]
b.
Kedudukan Tauhid dalam Islam
Kedudukan tauhid dalam ajaran Islam adalah paling
sentral dan esensial. Tauhid merupakan suatu komitmen manusia kepada Allah
sebagai fokus dari seluruh rasa hormat, rasa syukur, dan sebagai satu-satunya
sumber nilai. Apa yang dikehendaki Allah, akan menjadi nilai bagi manusia yang
bertauhid, dan manusia yang bertauhid itu, tidak akan mau menerima otoritas dan
petunjuk, selain dari petunjuk Allah. Itu karena, komitmen kepada Tuhan adalah
sebuah harga mati.[3]
Sebagaimana dalam firman-Nya : "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan
jauhilah Thaghut itu" (QS An Nahl: 36)
c.
Macam-macam
Tauhid
– Tauhid Rububiyah.
Secara literal, term ’Rububiyyah’
berasal dari kata rabb, yang berarti pemelihara, pengasuh,
penolong, pelindung, pendidik, dan pencipta alam semesta dan seisinya. Sedangkan menurut istilah, tauhid rububiyyah dapat dimaknai dengan mentauhidkan Allah dalam seluruh perbuatan-Nya.[4] Allah
berfirman : “Dan
tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya” (QS. Hud [11] : 6).
-
Tauhid
Uluhiyah
Uluhiyah
berasal dari kata Ila dengan akar kata a-la-ha yang berarti ta’at, tunduk, cinta, dan sembah. Menurut
Istilah adalah : keyakinaan bahwa Allah adalah
satu-satunya dzat yang berhak disembah dan dita’ati.[5] Allah
berfirman: Hanya Engkaulah yang Kami
sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan. (Q.S. Al Fatihah : 5)
-
Tauhid Asma
Wa ash-Shifaat
Yaitu beriman
terhadap segala apa yang terkandung dalam Al-Qur’anul dan hadits tentang
sifat-sifat Allah SWT yang berasal dari penyifatan-Nya, atau penyifatan dari
Rasulullah. Tauhid ini akan terwujud dengan menetapkan apa yang Allah tetapkan
untuk-Nya, dalam kitab-Nya, serta menafikan apa yang dinafikan Allah tanpa
adanya perubahan, penyangkalan, dan penyerupaan.[6]
Sebagaimana firman Allah, Hanya milik Allah asmaa-ul husna,
maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan
tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap
apa yang telah mereka kerjakan. (Qs. al-Araf : 180).
[1]
Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam
(Cet. II; Jakarta: Grafindo Persada, 1996
[2]
Faridl, Miftah, (2000), Pokok-pokok
Ajaran Islam, Pustaka, Bandung, Cet. 10, hal. 88
[3]
Abdulrahman, Muhammad Imadudin., Kuliah
Tawhid, Pustaka, Jakarta cet. III, hal. 78
[4] Faridl,
Miftah., Op.cit, 89
[5]
Ibid. hal. 90
[6]
Syeikh Umar bin Su’ud,(2005), Tauhid
Urgensi dan Manfaatnnya, Kantor Kerjasama Dakwah Bimbingan dan Penyuluhan
al-Sulay, Riyadh hal. 23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :