Hakekat
Kejadian Manusia
Menurut Dr. Marzuki, M.Ag, al-Quran tidak membicarakan proses
kejadian manusia secara detail, sebagaimana yang dijelaskan oleh ilmu biologi
atau ilmu kedokteran. Namun demikian, al-Quran memberikan isyarat mengenai asal
kejadian manusia yang tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan, khususnya
biologi.
Allah menceritakan
dalam al-Qur’an tentang kejadian manusia, antara lain pada surat berikut ini. “Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu Yang menciptakan O Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah.” QS. al-Alaq [96] 1-2
Juga dalam surat al-Mu’minun :
12-14, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah o Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) o 14. Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
Menurut Alfat (1997:
17-19), manusia terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan rohani. Jasmani
adalah unsur yang dapat dilihat dan disentuh oleh panca indera. Jasmani
merupakan bagian manusia yang melakukan gerakan-gerakan fisik, seperti
bernafas, makan, minum, dan sebagainya. Sedangkan, rohani merupakan unsur yang
tak dapat dilihat dan disentuh oleh kelima indera manusia, yang dapat mendorong
manusia untuk melakukan aktifitas berfikir. Dari aktifitas berfikir inilah
manusia dapat membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan mana yang
salah. Bahkan untuk lebih sempurnanya, manusia diberi bentuk tubuh yang bagus
di antara makhluk-makhluk lainnya. Sebagaimana dalam firman-Nya : “Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. at-Tiin [95]:
4).
Menurut
pandangan Islam, manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu suci dari dosa.
Menyitir sebuah hadits, tidaklah
dilahirkan seorang anak melainkan atas fitrah,maka orang tuanyalah yang
menjadikan anak itu beragama Yahudi atau Kristen, atau agama Majusi (penyembah
api) (HR. Muslim).
Manusia
sebagai Khalifah di Muka Bumi
Dalam al-Qur’an,
manusia menempati kedudukan yang istimewa dalam alam semesta ini. Dia adalah
khalifah atau pemimpin di muka bumi ini, sebagaimana firman Allah dalam surat
al-Baqarah ayat 30, yang artinya sebagai berikut : Ingatlah ketika Tuhan berkata kepada para malaikat: ”Aku akan menciptakan khalifah di muka
bumi.”
Allah memberikan
kepercayaan yang besar kepada manusia untuk menjadi khalifah di bumi. Manusia
diberi keleluasaan mengolah alam ini untuk kemakmuran dan kesejahteraan penduduk
di muka bumi itu sendiri.
Tugas
Pokok Manusia
Allah menciptakan
manusia agar mengabdi kepada-Nya. Dalam surat adz-Dzariyat : 56 disebutkan, “Tidakkah Aku ciptakan jin dan manusia,
kecuali untuk mengabdi kepada-Ku.”
Mengutip pendapat Abul
Majid al-Zandaniy (1991: 23) Pengabdian kepada Allah harus ditempatkan di atas
segalanya, karena pengabdian kepada Allah merupakan jalan hidup yang benar.
Kehidupan di dunia bersifat sementara, sedangkan tujuan akhirnya adalah
kehidupan akhirat, yakni menghadap Illahi.
Pengabdian kepada Allah, harus disadari oleh manusia sebagai tugasnya
yang pokok, agar manusia memperoleh kebaikan hidup di akhirat kelak.
Referensi
:
Abdul Majid al-Zandaniy, dkk, 1991, Al-Iman, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta
Alfat, Masan, dkk, 1997, Aqidah Akhlak, PT Kaya Toha Putra,
Semarang
Dr. Marzuki, M.Ag, Pelajaran Agama Islam, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Yogyakarta
teirmakasihhhh
BalasHapussama-sama...
Hapusini jawaban dari soal UTS ane gan
BalasHapusalhamdulillah klo membantu,, tapi gak dijadiin bahan contekan kan? wkwkwk peace!! semoga nilai utsnya baguus yah
Hapus