Banyak suami yang menceraikan istrinya tidak dengan
pertimbangan yang matang, sehingga setelah terjadi perceraian, timbullah penyesalan,
baik dari satu atau kedua belah pihak. Dalam keadaan menyesal itu, seringkali
timbul keinginan untuk kembali berkeluarga. Rujuk menjadi solusi yang dapat
memecahkan permasalahan tersebut. [i]
Dalam ilmu fiqh, ada istilah ruju’ atau raj’ah,
keduanya memiliki makna yang sama. Kata rujuk
berasal dari kata raja’a-yarji’u-rujk’an yang berarti kembali dan
mengembalikan. Sedangkan menurut Asy-Syafi’i, rujuk adalah mengembalikan status hukum perkawinan
sebagai suami istri di tengah-tengah masa ‘iddah,
setelah terjadinya talak raj’i
yang dilakukan mantan suami terhadap mantan istrinya dengan ucapan tertentu. [ii]
Rujuk merupakan upaya membangun kembali
kehidupan perkawinan yang terhenti atau memasuki kembali kehidupan rumah
tangga. Kalau membangun kehidupan berumah tangga untuk yang pertama kalinya
disebut perkawinan, maka melanjutkan hal itu bisa disebut dengan rujuk. Dengan demikian kedudukan
rujuk sama dengan kedudukan perkawinan.
Mengenai hukum rujuk
sendiri, para ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama mengatakan apabila mantan suami tersebut bermaksud untuk memperbaiki hubungan
dengan mantan istrinya,
maka rujuk itu menjadi sunat. Allah
berfirman : Talak
(yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. (QS. al-Baqarah [2]: 229). [iii]
Hukum rujuk bisa dikatakan wajib manakala suami yang mentalak istrinya sebelum dia sempurnakan
pembagian waktunya terhadap istri yang ditalak. Bisa juga
jatuh menjadi makruh apabila
perceraianlah yang lebih baik dan berfaedah bagi keduanya (suami istri).
Sedangkan bisa menjadi haram, manakala niat suami untuk rujuk hanya untuk
kembali menyakiti mantan istrinya tersebut. [iv]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :