Al-Qur’an bukanlah
kitab ilmu pengetahuan yang didasarkan pada hasil penelitian dan perenungan
manusia. Melainkan, merupakan kitab petunjuk bagi manusia yang dapat
mengajarkan apa-apa yang diketahuinya. Di samping itu, Al-Qur’an juga
mengajarkan apa-apa yang tidak dapat diketahui manusia karena berada di luar
jangkauan penelitian dan perenungan.
Sejak pertama kali
diturunkan, Al-qur’an memberikan
dorongan yang besar kepada manusia untuk menuntut ilmu. Allah SWT berfirman, “Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman dan di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. QS. al-Mujadalah: 11)[1]
Ilmu dalam bahasa Arab
diambil dari kata ‘ilm, artinya kejelasan atau al fahm (memahami sesuatu). Kata ilmu dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 854 kali dalam berbagai
bentuk. Kata ilmu sendiri sering disandingkan dengan kata pengetahuan.
Masing-masing memang memiliki arti tersendiri. Namun keduanya terdapat kaitan
yang tidak dapat dipisahkan. [2]
Fungsi
dan Kegunaan Ilmu Pengetahuan
Secara umum, Al-Qur’an
menyatakan bahwa orang yang berilmu tidak sama dengan orang yang tidak berilmu.
Allah SWT berfirman dalam surat Azumar ayat 9, “Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran.
Dari
berbagai ayat yang menganugerahkan kegunaan ilmu pengetahuan dapat disimpulkan,
bahwa fungsi dan kegunaan ilmu
pengetahuan adalah sebagai berikut :
1. Menyadari jati diri dan memahami berbagai
kebaikan yang terkandung dalam ajaran syariat.
Allah SWT berfirman, “Dan Berpuasa lebih
baik bagimu jika mengetahui,” (QS Al-Baqarah: 184).
2. Mengetahui rahasia
alam, orang yang dapat
menangkap pelajaran dari penciptaan alam raya adalah orang-orang yang
mendayagunakan akalnya. Fakta tersebut sekaligus menggambarkan adanya manfaat
yang harus oleh orang-orang yang memerhatikan fenomema alam. Allah SWT
berfirman, “Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di
laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari
langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati
(kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat)
tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” (QS.
al-Baqarah: 164).
3. Terpenuhinya tuntutan
hidup yang lebih baik, dengan ilmu
pengetahuan, manusia bisa merekayasa dan menciptakan inovasi dengan memanfaatkan
sumber daya yang telah Allah sediakan jauh lebih besar. Allah berfirman, Dan di antara hewan ternak itu ada yang
dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rezki
yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (QS
al-An’am : 142)[3].
Cara
Memperoleh Ilmu Pengetahuan
Pada dasarnya potensi
yang dimiliki oleh manusia untuk mengetahui sesuatu terdiri atas tiga macam,
yaitu indera, akal, dan hati. Sebagaimana yang termaktub dalam surat an-Nahl:
78, “Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kau
pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur.
Pengamatan Melalui Indera
Al-Qur’an menjelaskan
adanya pengetahuan yang diperoleh melalui indera dengan cara mengamati. Dalam
surat al-Ankabut : 20, Allah SWT menyuruh manusia untuk berjalan di muka bumi
dan memerhatikan percipataan manusia. Atau dalam surat Yunus : 101, Allah SWT
memerintahkan manusia untuk memperhatikan apa yang ada di langit dan
memerhatikan apa yang ada di bumi.
Namun tidak semua
pengetahuan yang hendak diketahui dapat diperoleh dengan indera. Karena
keterbatasan kemampuan inderawi, manusia tidak dapat menjangkau hal-hal yang
ada dibalik penangkapan indera tersebut. Karena itu, Allah SWT mengecam orang-orang
yang hanya mengandalkan inderanya untuk memeroleh pengetahuan lebih dalam,
Allah SWT berfirman :’’ dan ingatlah ketika kamu berkata, “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah
dengan terang. Karena itu, kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya,”
(QS al-Baqarah : 55).
Pengamatan Melalui Akal
Keterbatasan
dan kelemahan indera, disempurnakan oleh akal. Akal dapat mengoreksi kesalahan
pengetahuan inderawi sebab akal mempunyai kemampuan untuk mengetahui objek-objek
abstrak yang logis. Seperti halnya pengetahuan bahwa Allah SWT itu ada
Mahakuasa dan Mahapenyayang diperoleh dengan menggunakan akal, bukan dengan
menggunakan indera.
Pengamatan Melalui Suara Hati
Selain indera dan akal,
potensi yang dimiliki manusia untuk mengetahui pengetahuannya adalah potensi
hati. Atau menurut Imam al-Ghazali yang disebut dhamir. Potensi ketiga ini dapat memberi peluang kepada manusia
untuk memeroleh pengetahuan dengan lebih baik.
Jika akal hanya dapat mengetahui objek abstrak yang logis, potensi hati
dapat mengetahui objek abstrak yang supra logis (ghaib).
Al-Ghazali menjelaskan
bahwa pengetahun yang diterima para nabi dan Rasul Allah, bukanlah melalui
indera dan akal, melainkan melalui hati yang disebut wahyu. Sebagaimana dalam
firman-Nya : “Dan
demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami.
Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula
mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang
Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.
Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (QS.
asy-Syu’ara : 52).
Untuk
mengasah kemampuan hati ini, al-Qur’an mengajurkan agar manusia sering-sering
menyaksikan kekuasaan Allah SWT pada penciptaan bumi serta berbagai peristiwa
yang terjadi padanya[4].
Terima Kasih!
BalasHapus