Dalam sebuah
pernikahan, pemberian seorang suami kepada istrinya, baik berupa uang ataupun
barang, menurut Sulaiman Rasyid hal itu dinamakan mahar atau mas kawin.[i]
Senada dengan pernyataan tersebut, menurut Abu Bakar Jabier el-Jazairi, mahar adalah
sesuatu yang diberikan kepada seorang perempuan dalam rangka menghalalkan mereka
berumah tangga.
Mahar ini hukumnya
wajib, hal ini didasarkan pada firman Allah SWT : Berikanlah mas kawin
(mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh
kerelaan...” (QS.
an-Nissa [4]: 4). [ii]
Namun demikian, pemberian mahar ini menurut
jumhur ulama tidak menjadi rukun nikah. Sebuah pernikahan tetap sah walaupun
dalam akadnya mahar tersebut tidak disebutkan.
Syari’at Islam tidak
menentukan mengenai besarnya mas kawin yang akan diberikan, Semuanya
dikembalikan kepada kesanggupan suami untuk membayar mahar itu secara tunai.
Karena, apabila sudah ditetapkan, mahar menjadi utang bagi suami dan wajib
dibayar sebagaimana berutang kepada orang lain. Apabila belum dibayar, istri
berhak mempertahankan atau tidak tergesa-gesa menyerahkan dirinya kepada
suaminya itu. Keterangan ini berdasarkan hadits berikut: “Dari ibnu Abbas “Rasulullah melarang Ali bercampur dulu sebelum ia memberikan
sesuatu kepada Fatimah. Maka berkata Ali kepada Rasulullah, Saya tidak punya
apa-apa. Rasulullah menjawab, “berikanlah baju perangmu itu,” lalu Ali
memberikannya. Kemudian didekatilah Fatimah,” (HR. Abu Dawud). [iii]
Mengenai mahar ini,
Rasulullah menyunahkan kepada pihak istri untuk meringankan beban mahar. Berikut
haditsnya : “Perempuan yang paling utama
berkahnya adalah perempuan yang paling ringan maharnya. (HR. Ahmad).
Selain itu, mahar wajib
diberikan kepada istri sebelum menyentuhnya. Jika terjadi perceraian sebelum
melakukan hal tersebut, maka kewajiban mengeluarkan mahar itu menjadi lepas
separuhnya, dan separuhnya lagi menjadi miliki pihak laki-laki. Sebagaimana
yang dijelaskan dalam firman-Nya : “Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan
mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah
seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu...” (QS. al-Baqarah [2]:
237). [iv]
[i] Sulaiman Rasjid, (2003), Fiqh
Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, cet. 36, hlm 393
[ii] Abu Bakar Jabir el-Jazairi, (1991),
Pola Hidup Muslim, Bandung: Rosda
Karya, hlm. 167
[iii] Sulaiman Rasjid, op.cit, hlm.
393-397
[iv] Ali Khosim al-Mansyur, (2011), Kajian Fiqh Ibadah Empat Mazhab,
Banjaran: Mitra Cendikia, hlm. 154
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :