12/04/2013

ATURAN ISLAM MENGENAI PEMBERIAN MAHAR


Dalam sebuah pernikahan, pemberian seorang suami kepada istrinya, baik berupa uang ataupun barang, menurut Sulaiman Rasyid hal itu dinamakan mahar atau mas kawin.[i] Senada dengan pernyataan tersebut, menurut Abu Bakar Jabier el-Jazairi, mahar adalah sesuatu yang diberikan kepada seorang perempuan dalam rangka menghalalkan mereka berumah tangga.
Mahar ini hukumnya wajib, hal ini didasarkan pada firman Allah SWT : Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan...” (QS. an-Nissa [4]: 4). [ii]  Namun demikian, pemberian mahar ini menurut jumhur ulama tidak menjadi rukun nikah. Sebuah pernikahan tetap sah walaupun dalam akadnya mahar tersebut tidak disebutkan.
Syari’at Islam tidak menentukan mengenai besarnya mas kawin yang akan diberikan, Semuanya dikembalikan kepada kesanggupan suami untuk membayar mahar itu secara tunai. Karena, apabila sudah ditetapkan, mahar menjadi utang bagi suami dan wajib dibayar sebagaimana berutang kepada orang lain. Apabila belum dibayar, istri berhak mempertahankan atau tidak tergesa-gesa menyerahkan dirinya kepada suaminya itu. Keterangan ini berdasarkan hadits berikut: “Dari ibnu Abbas “Rasulullah melarang Ali bercampur dulu sebelum ia memberikan sesuatu kepada Fatimah. Maka berkata Ali kepada Rasulullah, Saya tidak punya apa-apa. Rasulullah menjawab, “berikanlah baju perangmu itu,” lalu Ali memberikannya. Kemudian didekatilah Fatimah,” (HR. Abu Dawud). [iii]
Mengenai mahar ini, Rasulullah menyunahkan kepada pihak istri untuk meringankan beban mahar. Berikut haditsnya : “Perempuan yang paling utama berkahnya adalah perempuan yang paling ringan maharnya. (HR. Ahmad).
Selain itu, mahar wajib diberikan kepada istri sebelum menyentuhnya. Jika terjadi perceraian sebelum melakukan hal tersebut, maka kewajiban mengeluarkan mahar itu menjadi lepas separuhnya, dan separuhnya lagi menjadi miliki pihak laki-laki. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman-Nya : “Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu...” (QS. al-Baqarah [2]: 237). [iv]


[i] Sulaiman Rasjid, (2003), Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, cet. 36, hlm 393
[ii] Abu Bakar Jabir el-Jazairi, (1991), Pola Hidup Muslim, Bandung: Rosda Karya, hlm. 167
[iii] Sulaiman Rasjid, op.cit, hlm. 393-397
[iv] Ali Khosim al-Mansyur, (2011), Kajian Fiqh Ibadah Empat Mazhab, Banjaran: Mitra Cendikia, hlm. 154

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :