Dalam bahasa Arab, Suap-menyuap atau sogokan diistilahkan dengan risywah. Kata risywah itu sendiri berasal dari kata rasya’ yang
berarti, tali yang menyampaikan timba ke air.[i]
Secara terminologi, merupakan pemberian yang diberikan seseorang kepada
hakim atau lainnya untuk mendapatkan hal yang diinginkan dengan cara yang tidak
dibenarkan. Dengan cara bathil inilah
sebuah ketentuan berubah, sehingga menyakiti banyak orang. Maka wajar bila ulama
sepakat mengharamkan risywah yang
terkait dengan pemutusan hukum, bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar. Sebab
sogokan akan membuat hukum menjadi oleng dan tidak adil. Selain itu tata
kehidupan yang menjadi tidak jelas. [ii]
Allah SWT berfirman : Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta
sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah)
kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188).
Kalimat `akkaaluna lissuhti` secara umum memang sering
diterjemahkan dengan memakan harta yang haram. Namun konteksnya menurut Imam
al-Hasan dan Said bin Jubair adalah memakan harta hasil sogokan atau risywah. [iii]
Selain itu ada banyak sekali dalil dari sunnah yang mengharamkan sogokan
dengan ungkapan yang sharih dan zahir. Misalnya hadits berikut ini : Laknat
Allah bagi penyuap dan yang menerima suap dalam hukum (HR Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi)
Kalau diperhatikan lebih seksama, ternyata
hadits-hadits Rasulullah itu bukan hanya mengharamkan seseorang memakan harta
hasil dari sogokan, tetapi juga diharamkan melakukan hal-hal yang bisa membuat
sogokan itu berjalan. Maka yang diharamkan itu bukan hanya satu pekerjaan,
melainkan tiga pekerjaan sekaligus. Yaitu yang menerima, memberi, dan mediator
sogokan. [iv]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :