Menurut
Abu Bakar Jabir el-Jazairi, wasiat adalah suatu perjanjian mengikat untuk
menantikan sesuatu atau memberikan kebaikan berupa harta kekayaan setelah seseorang
wafat.[i] Senada
dengan pernyataan tersebut, Sulaiman Rasyid berpendapat, bahwa wasiat adalah
pesan tentang suatu kebaikan yang akan dijalankan sesudah seseorang meninggal
dunia.[ii]
Hukum
berwasiat adalah sunat. Sedangkan bila sudah diwasiatkan, pelaksanaannya harus
didahulukan sebelum pembagian waris. Apabila diabaikan, dikhawatirkan akan
menjadi pertanggung jawaban yang berat di akhirat kelak.[iii]
Dalam
memenuhi wasiat harta ini, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan,
misalnya:
1.
Sebanyak-banyaknya
wasiat adalah sepertiga dari harta yang akan diwariskan, tidak boleh lebih.
Kecuali apabila diizinkan oleh semua ahli waris sesudah yang mewasiatkan itu
meninggal. Hal ini didasarkan pada hadits berikut : Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda: “Wasiat itu sepertiga, sedang
sepertiga itu sudah banyak.” (HR. Bukhari).[iv]
Apabila sepertiga harta yang diwasiatkan itu, tidak cukup untuk dibagikan
kepada seluruh penerima wasiat, maka hendaknya dibagikan sama rata, sebagaimana
halnya, dalam kasus orang-orang yang mengutangkan. [v]
2.
Wasiat ditujukan
kepada pihak diluar ahli waris. Apabila wasiat ditujukan kepada ahli waris,
wasiatnya tidak sah. Kecuali apabila mendapatkan diizinkan semua pihak ahli
waris. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya
Allah menentukan hak tiap-tiap ahli waris. Maka dengan ketentuan itu, tidak ada
hak wasiat lagi bagi mereka. (HR. at-Turmudzi)
3.
Dalam
mewasiatkan, sebaiknya dalam bentuk harta. Hak wasiat yang tidak berupa harta,
tidak sah untuk diwasiatkan, seumpamanya menikahkan anak perempuannya. Hal
tersebut tidak diperbolehkan, karena bila seseorang sudah meninggal, maka
kekuasaan perwalian sudah berpindah ke wali yang lain.
4. Agar
terjaminnya keberasan wasiat di kemudian hari, maka sewaktu berwasiat,
hendaklah dipersaksikan sekurang-sekurang oleh dua orang yang adil. Allah SWT
berfirman : “Hai
orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian,
sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua
orang yang adil di antara kamu..” (QS. al-Maidah [5]: 106) [vi]
5. Barangsiapa
yang diberi wasiat dalam hal tertentu, maka dia tidak boleh menggunakan harta
diluar yang telah ditentukan. Karena tidak ada izin sehingga tidak sah. [vii]
[i] Abu Bakar Jabir El-Jazairi,
(1991), Pola Hidup Muslim, Bandung Rosda Karya, hlm. 142
[ii] Sulaiman Rasjid, (2003), Fiqh
Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, cet. 36, hlm. 371
[iii] Moch Anwar, (1991), Fiqh Islam,
Bandung: PT. al-Ma’arif, hlm. 160
[iv] Sulaiman Rasjid, op.cit, hlm. 372
[v] Abu Bakar Jabir El-Jazairi,op.cit.,
hlm.146
[vi] Sulaiman Rasjid, op.cit, hlm. 372-373
[vii] Abu Bakar Jabir El-Jazairi,op.cit.,
hlm.146
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :