12/04/2013

Kedudukan Al-Hadist Terhadap Al-Qur’an


Hadits Nabi Muhammad SAW merupakan penafsiran al-Qur’an dalam praktik atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Demikian ini mengingat bahwa pribadi rasulullah merupakan perwujudan dari al-Qur;an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari. [i]
Nabi Muhammad sebagai seorang rasul menjadi panutan bagi umatnya disamping sebagai ajaran hukum. Baik yang diterima dari Allah yang berupa Al-Qur’an maupun yang ditetapkan sendiri yang berupa al-Sunnah. Banyak sekali masalah yang sulit ditemukan hukumnya secara eksplisit dalam Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama, maka banyak orang mencarinya dalam as-Sunnah.
Dengan demikian, maka hadits Nabi Muhammad SAW berkedudukan sebagai sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman-Nya : “Apa yang diperintahkan rasul, maka laksanakanlah, dan apa yang dilarang Rasul, maka hentikanlah. (QS. al-Hasry : 7). [ii]

Fungsi Pokok Hadits
Umumnya, fungsi hadits adalah guna menjelaskan kandungan al-Qur’an yang sangat dalam dan global. Sebagaimana firman Allah : “...Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS. an-Nahl: 44). Namun penjelasan itu, para ulama perinci kemudian ke berbagai bentuk penjelasan. Yaitu sebagai berikut: [iii]
1.        Sebagai bayan taqrir, yaitu memperkuat dan menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan al-Qur’an. Misalnya dalam surat berikut ini : (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan... (QS. al-Baqarah [2]: 185). Kemudian rasulullah dalam haditsnya memberikan penegasan: ”Berpuasalah kamu sekalian sesudah melihanya bulan dan berbukalah kamu sekalian sesudah melihatnya.”
2.        Sebagai bayan tafsir, yaitu memberikan penafsiran ayat-ayat yang bersifat mujmal atau mutlak. Misalnya : diharamkan atas kamu memakan bangkai darah daging babi. Kemudian Rasulullah mentakhsiskan kemutlakannya beserta menjelaskan hal lainnya. “dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua bangkai itu adalah bangkai ikan dan belalang sedangkan dua macam darah itu adalah hati dan limpa. (HR. Ibn Majah)
3.        Menetapkan hukum aturan yang tidak diterangkan di dalam al-Qur’an. Misalnya tentang penikahan antara laki-laki dengan perempuan sepersusuan. Hal ini hanya dijelaskan di hadits. Sesungguhnya Allah mengharamkan pernikahan sepersusuan, sebagaimana Allah mengharamkan pernikahan karena senasab. (HR. Muslim) [iv]


[i] Yusuf Qardhawi (1993), Bagaimana Memahami Hadits Rasulullah SAW, Bandung : Kharisma, hlm. 17
[ii] Muhammad Ahmad dan Mudzakir, (2000), Ulumul Hadits, Bandung : Pustaka Setia, cet. 10, hlm. 18-19
[iii] Abdul Majid Khon, (2011), Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah, cet.5, hlm 16
[iv] Hady Muf’at Ahmad, (1994), Dirasah Islamiah, Semarang: CV Sarana Al-Qur’an, hlm. 61

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :