12/26/2013

Larangan Meminta Jabatan

Selain cenderung mencintai harta dan pasangan lawan jenis, naluri manusia lainnya yang Allah SWT berikan adalah kecenderungan mencintai tahta (jabatan).[i] Dalam sebuah riwayat dikatakan, maksud jabatan dalam pandangan Islam sendiri merupakan sesuatu yang dapat menghasilkan celaan, yang kedua adalah penyesalan, dan yang ketiga adalah adzab di hari kiamat.[ii]

Karena itu, agar tidak terjebak menjadi budak jabatan, maka Islam melarang umatnya untuk meminta jabatan dengan sengaja. Sebab, seseorang yang meminta dan menginginkan jabatan atau posisi terhormat, kemungkinan besar ia akan merendahkan agamanya demi mencapai atau mempertahankan kedudukan yang telah diraihnya.[iii]

Rasulullah Saw. melarang umatnya untuk meminta dan berusaha mendapatkan suatu jabatan. Sebagaimana yang termaktub dalam hadits berikut: kami tidak akan memberikan jabatan pemerintahan ini kepada orang yang meminta dan berambisi untuk mendapatkannya. (HR. Bukhari)

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah pernah bersabda, wahai Abdurahman bin Samurah, janganlah engkau meminta jabatan. Sebab, jika engkau meminta jabatan tanpa memintanya terlebih dahulu, engkau akan diberi pertolongan dalam mengembannya. Sedang, jika engkau memangku jabatan dan sebelumnya engkau memang memintanya, engkau akan terbebani dalam mengembannya. (HR. Bukhari). Jumhur ulama berpendapat, walaupun hadits ini ditujukkan kepada Abdurahman bin Samurah, namun pada hakikatnya, hadits itu diperuntukkan untuk seluruh umat Muslim.

Dalam Islam, perkara kepemimpinan bukanlah hal yang main-main, karena yang namanya pemimpin dia akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya. Rasulullah Saw. pernah berpesan, Sesungguhnya jabatan itu merupakan suatu amanah. Kelak pada hari kiamat, jabatan itu akan menjadi sumber kehinaan dan penyesalan. Kecuali bagi mereka yang memangkunya dengan benar dan mampu menunaikan apa yang telah menjadi kewajibannya. (HR. Muslim) [iv]


[i] Didin Hafidhudin, (2003), Islam Aplikatif, Jakarta: Gema Insan Pers, hlm.47
[ii] Salim bin Ied, (2005), Ensiklopedi larangan menurut alqur’an dan sunnah, Bogor:  Pustaka Imam Syafi’i, hlm. 400
[iii]Abdul Aziz bin Fathi, (2007) Ensiklopedi Adab Islam Jilid 1, Jakarta: Pustaka Imam Syafi’I, hlm. 140
[iv] Imam Nawawi, (2006), Ringkasan Riyadhus Shalihin, Bogor : Irsyad Baitus Salam, hlm. 307

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :