12/04/2013

HADITS QUDSI


Secara bahasa, kata qudsy dinisbahkan pada kata al-Quds yang artinya suci. Maksudnya, hadits yang dinisbahkan kepada Dzat yang Maha suci, yaitu Allah Ta’ala.[i]
Sedangkan secara istilah, Hadits Qudsi adalah hadits yang diterima Nabi Muhammad SAW melalui perantara mimpi atau ilham, yang kemudian Rasulullah sampaikan maknanya dengan ungkapan dari perkataan beliau sendiri. Oleh karena itulah, hadits qudsy ini juga sering diistilahkan sebagai Hadits Rabbany atau Hadits Illahi. Sedangkan hadits yang bukan Qudsy dinamakan Hadits Nabawi (biasa).
Hadits Qudsy ini tidak terlalu banyak, kurang lebih berjumlah seratus hadits. Sebagian ulama menghimpun hadits ini dalam satu kitab. Salah satunya adalah Ibnu Taimiyyah yang mengumpulkan hadits-hadits qudsy dan kitab tersebut diberi nama al-Kalimu’th-Thayyib.
Meskipun hadist Qudsi pada dasarnya merupakan perkataan atau firman Allah, namun hadits Qudsy tidak bisa disebut al-Qur'an. Karena lafadz Hadits Qudsi itu sendiri tidak perlu mutawatir. Selain itu, tidak ada pantangan dalam membaca hadits qudsy, walaupun dalam keadaan berhadast sekalipun. [ii]

Bentuk-Bentuk Periwayatan Hadits Qudsi 
Ada dua bentuk periwayatan hadits qudsi, yaitu :
1.    Rasulullah SAW bersabda, Seperti yang diriwayatkannya dari Allah SWT. Adapun contohnya seperti berikut ini: “dari Abu Dzar ra dari Nabi SAW seperti yang diriwayatkan dari Allah, bahwasannya Allah berfirman :Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan dzalim pada diri-Ku dan Aku haramkan pula untuk kalian. Maka janganlah kamu saling menganiaya di antara kalian” (HR. Imam Muslim).
2.    Rasulullah SAW bersabda, Allah berfirman….”. adapun contohnya seperti berikut ini : “Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah ta’ala berfirman : Aku selalu dalam persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersama-Nya bila dia mengingat-Ku. Maka jika dia mengingat-Ku niscaya Aku mengingatnya (HR. Imam Bukhari).[iii]


[i] Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, (2002) Mushthalah Hadits, Mesir : Dar Al-Haramain, hlm. 11
[ii] Fathur rahman, (1975), Ikhtisar Mushthalahul hadits, Bandung : pt. al-Maarif, cet. 20, hlm. 69-70
[iii] Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin,op.cit, hlm. 12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :