Para ahli fiqh, membagi khiyar kedalam empat macam, yaitu :
1. Khiyar
Majelis, pembeli
dan penjual masih diperbolehkan menghentikan atau meneruskan jual beli yang
sedang berlangsung, selama mereka masih berada di tempat transaksi tersebut.
Pendapat ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW: “Dua orang yang berjual beli, boleh memilih (akan meneruskan jual beli
mereka atau tidak) selama keduanya belum bercerai dari tempat akad.” (HR.
Bukhari dan Muslim No. 44).
Khiyar jenis ini diperbolehkan dalam segala macam jual beli.
Asy-Syafi’i dan Ahmad mengatakan: Sesungguhnya khiyar majelis itu beralasan baik dalam jual beli, shulh (perjanjian damai), hiwalah (tukar menukar) sewa menyewa,
dan semua jenis akad pertukaran yang lazim dalam urusan harta. [i]
2. Khiyar
Syarat, khiyar
yang dijadikan syarat oleh keduanya atau salah seorang dari penjual atau
pembeli. Misalnya penjual bersedia melepas barang dagangannya sesuai harga yang
disepakati, dengan syarat dalam tiga hari sudah ada keputusan transaksi.
Rasulullah SAW bersabda: “Kamu boleh
khiyar pada setiap benda yang telah dibeli, selama tiga hari tiga malam.” (HR.
Baihaqi dan Ibnu Majjah).
Khiyar jenis ini boleh dilakukan dalam segala macam jual
beli, kecuali barang yang dalam transaksinya terdapat unsur riba. Kalaulah yang
khiyar itu hanya salah seorang dari
meraka, maka barang yang terjual itu, sewaktu dalam masa khiyar, kepunyaan orang yang mensyaratkan khiyar. Akan tetapi, apabila yang mensyaratkan khiyar itu adalah
keduanya, maka barang itu tidak dipunyai oleh seorang pun dari mereka sampai jual
beli tersebut menuai kata sepakat. Barulah barang tersebut menjadi milik
pembeli, begitupun sebaliknya. [ii]
3. Khiyar
‘Aib, transaksi yang disyaratkan pada
kesempurnaan benda yang dibeli. Apabila baru diketahui terdapat kecacatan pada
benda tersebut, maka barang tersebut bisa dikembalikan dan diminta kembali
uangnya. Hal ini didasarkan pada hadits berikut: “dari ‘Aisyah ra bahwa seseorang membeli budak, kemudian budak tersebut
disuruh berdiri didekatnya, didapatinya pada budak itu kecacatan, lalu
diadukannya kepada Rasul, maka budak itu dikembalikan pada penjual itu.
(HR. Ahmad dan Abu Daud).
Lain halnya ketika barang itu tidak ada lagi. Seumpamanya
yang dibeli itu kambing, sedangkan kambingnya sudah mati, sesudah itu pembeli
baru mengetahui barang yang dibelinya itu terdapat kecacatan, maka dia berhak
meminta ganti rugi sebanyak kekurangan harga barang yang disebabkan kecacatan
itu.[iii]
4. Khiyar Ru’yah, hak pilih bagi pembeli untuk mengatakan berlaku atau
batal jual beli yang dilakukan
terhadap suatu barang yang belum dilihat ketika
akad berlansung. Jumhur ulama menyatakan bahwa khiyar ru’yah disyariatkan dalam Islam berdasarkan
sabda Nabi :
“Siapa yang membeli sesuatu yang
belum ia lihat, maka ia berhak khiyar apabila telah melihat barang itu. (HR.
ad-Daruqutnu dan Abu Hurairah)”[iv]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :