12/04/2013

MACAM-MACAM KHIYAR


Para ahli fiqh, membagi khiyar kedalam empat macam, yaitu :
1.    Khiyar Majelis, pembeli dan penjual masih diperbolehkan menghentikan atau meneruskan jual beli yang sedang berlangsung, selama mereka masih berada di tempat transaksi tersebut. Pendapat ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW: “Dua orang yang berjual beli, boleh memilih (akan meneruskan jual beli mereka atau tidak) selama keduanya belum bercerai dari tempat akad.” (HR. Bukhari dan Muslim No. 44).
Khiyar jenis ini diperbolehkan dalam segala macam jual beli. Asy-Syafi’i dan Ahmad mengatakan: Sesungguhnya khiyar majelis itu beralasan baik dalam jual beli, shulh (perjanjian damai), hiwalah (tukar menukar) sewa menyewa, dan semua jenis akad pertukaran yang lazim dalam urusan harta. [i]
2.    Khiyar Syarat, khiyar yang dijadikan syarat oleh keduanya atau salah seorang dari penjual atau pembeli. Misalnya penjual bersedia melepas barang dagangannya sesuai harga yang disepakati, dengan syarat dalam tiga hari sudah ada keputusan transaksi. Rasulullah SAW bersabda: “Kamu boleh khiyar pada setiap benda yang telah dibeli, selama tiga hari tiga malam.” (HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah).
Khiyar jenis ini boleh dilakukan dalam segala macam jual beli, kecuali barang yang dalam transaksinya terdapat unsur riba. Kalaulah yang khiyar itu hanya salah seorang dari meraka, maka barang yang terjual itu, sewaktu dalam masa khiyar, kepunyaan orang yang mensyaratkan khiyar. Akan tetapi, apabila yang mensyaratkan khiyar itu adalah keduanya, maka barang itu tidak dipunyai oleh seorang pun dari mereka sampai jual beli tersebut menuai kata sepakat. Barulah barang tersebut menjadi milik pembeli, begitupun sebaliknya. [ii]
3.      Khiyar ‘Aib, transaksi yang disyaratkan pada kesempurnaan benda yang dibeli. Apabila baru diketahui terdapat kecacatan pada benda tersebut, maka barang tersebut bisa dikembalikan dan diminta kembali uangnya. Hal ini didasarkan pada hadits berikut: “dari ‘Aisyah ra bahwa seseorang membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh berdiri didekatnya, didapatinya pada budak itu kecacatan, lalu diadukannya kepada Rasul, maka budak itu dikembalikan pada penjual itu. (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Lain halnya ketika barang itu tidak ada lagi. Seumpamanya yang dibeli itu kambing, sedangkan kambingnya sudah mati, sesudah itu pembeli baru mengetahui barang yang dibelinya itu terdapat kecacatan, maka dia berhak meminta ganti rugi sebanyak kekurangan harga barang yang disebabkan kecacatan itu.[iii]

4.    Khiyar Ru’yah, hak pilih bagi pembeli untuk mengatakan berlaku atau batal jual beli yang dilakukan terhadap suatu barang yang belum dilihat ketika akad berlansung. Jumhur ulama menyatakan bahwa khiyar ru’yah disyariatkan dalam Islam berdasarkan sabda Nabi : “Siapa yang membeli sesuatu yang belum ia lihat, maka ia berhak khiyar apabila telah melihat barang itu. (HR. ad-Daruqutnu dan Abu Hurairah)[iv]



[i] Sulaiman Rasjid, (2003), Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, cet. 36, hlm. 286
[ii] Rachmad Syafe’i, (2001), Fiqh Muamalah, Bandung:  CV Pustaka Setia, hlm. 103
[iii] Sulaiman Rasjid., op.cit, hlm. 287
[iv] Ali Hasan, (2004), Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta; Grafindo Persada, cet.2, hlm. 141

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :