12/04/2013

SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS


Ketika Rasulullah wafat, al-Qur’an telah dihafalkan dengan sempurna oleh para sahabat. Ayat-ayatnya pun telah lengkap ditulis, hanya saja belum terkumpul dalam bentuk mushaf. Adapun hadits atau sunnah, ketika itu kurang memperoleh perhatian seperti halnya al-Qur’an. Penulisan hadits dilakukan para sahabat secara tidak resmi, karena tidak diperintahkan sebagaimana Rasulullah SAW memerintahkan menulis al-Qur’an.[i]
Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kamu tulis apa-apa yang kamu dengar dariku selain al-Qur’an. Dan barangsiapa yang telah menulis sesuatu dariku selain al-Qur’an, hendaklah dihapus,” (HR. Muslim). Sebagian ulama berpendapat, bahwa larangan Nabi SAW dalam menuliskan hadits ditujukan kepada orang-orang tertentu yang dikhawatirkan akan mencampuradukan hadist dengan al-Qur’an. Namun, bagi para sahabat yang ingatannya kuat, mereka diberikan hak untuk menuliskan hadits. Di antara para sahabat yang mempunyai catatan hadits, adalah Abdullah bin Amr bin Ash, yang shahifahnya dinamakan as-Sadiqah. [ii]
Pada abad pertama hijrah, hadits-hadits disampaikan dari mulut ke mulut. Masing-masing perawi meriwayatkan hadits berdasarkan kekuatan hafalannya. Ide penghimpunan hadits secara tertulis, untuk pertama kalinya dikemukakan oleh khalifah Umar bin Khattab. Namun ide tersebut tidak dilaksanakan oleh Khalifah Umar karena dikhawatirkan perhatian dalam mempelajari al-Qur’an menjadi terganggu. [iii]
Barulah pada zaman Umar bin Abdul Aziz, yang dinobatkan di akhir abad pertama hijrah, memerintahkan untuk menuliskan hadits. karena beliau khawatir akan hilang dan lenyapnya hadits disebabkan para perawi jumlahnya terus berkurang. Untuk itu, beliau menginstruksikan kepada seluruh pejabat dan ulama untuk mengumpulkan hadits. di antaranya kepada walikota Madinah, Muhammad bin Amr bin Hzam dan ibnu Shihab az-Zuhry seorang ulama besar di Hijaz. Mereka kemudian, mengumpulkan hadits dan dikirimkan kepada masing-masing penguasa ditiap wilayah satu lembar. [iv]
Setelah periode Umar bin Abdul Aziz berlalu, muncullah periode baru pendewanan hadits kedua yang diinisiasi oleh kekhalifahan Abbasiyah, yaitu pada abad pertengahan II Hijriah. Pada periode ini, lahirlah kitab-kitab hadits dari imam besar, seperti al-Muwatha’ oleh Imam Malik, al-Musnad oleh Imam syafi’i. pembukuan hadits itu, kemudian dilanjutkan secara teliti oleh imam-imam ahli hadits, seperti Bukhari, Muslim, Turmudzi, dan sebagainya. Dari merekalah dikenal kitab-kitab Sahih Bukhari, Sahih Muslim, atau Sunan At-Turmudzi hingga sekarang. [v]


[i] Hasbi as Shiddieqy, (1954), Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, hlm 22
[ii] Muhammad Ahmad dan Mudzakir, (2000), Ulumul Hadits, Bandung: CV. Pustaka Setia, cet. 10, hlm. 29-30
[iii] Abdul Majid Khon, (2011), Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah, cet. 5, hlm. 47
[iv] Fatchur Rahman, (1974), Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Bandung: PT. al-Ma’arif, cet.20, hlm. 53-54
[v] Muhammad Ahmad dan Mudzakir, op.cit, hlm. 34-35

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :