Dalam kehidupan ini, sudah menjadi kehendak Allah SWT ada
sekelompok manusia yang mendapatkan karunia lebih dari yang lain. Perbedaan
itu, bila tidak disikapi dengan benar, akan menimbulkan sifat dengki, atau
dalam bahasa Arab disebut hasad. [i]
Menurut Imam Ghazali, dengki adalah membenci kenikmatan yang
diberikan Allah kepada orang lain, dan ingin agar orang itu kehilangan
kenikmatan tersebut. Pengertian ini didasarkan pada hadits berikut: “Ingatlah bahwa nikmat Allah itu ada musuhnya.”
Seseorang pun bertanya, “Siapa mereka itu?” Nabi SAW menjawab, “yaitu orang
yang dengki akan karunia Allah yang diberikan kepada orang lain,” (HR.
Tabrani). [ii]
Allah SWT berfirman : “Dan janganlah kamu iri hati
terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari
sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa
yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang
mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu,”
(QS. an-Nissa [4]: 32)
Di antara sifat buruk manusia yang banyak merusak kehidupan
adalah dengki. Orang yang bersifat dengki sudah pasti akan menderita, sebab
hatinya selalu diliputi kecemasan dan ketidaktenangan. Sebagaimana dalam
keterangan hadits berikut: dari Abu
Hurairah, Rasulullah bersabda “Jauhilah diri kalian dari sifat dengki, karena
sesungguhnya dengki itu memakan pahala kebajikan, sebagaimana api memakan
kayu,” (HR. Abu Dawud No 1242).[iii]
Dengki merupakan perbuatan tercela. Karena mengharapkan
hilangnya nikmat orang lain. Namun demikian, apabila perasaan dengki yang
dimiliki itu dimaksudkan sebagai motivasi bagi diri agar lebih baik. Maka sifat
semacam itu diperbolehkan. Sebagaimana yang termaktub dalam hadits berikut “Tidak dibenarkan adanya
kedengkian itu, melainkan dalam dua hal, yaitu seseorang yang dikaruniai harta,
kemudian dipakainya untuk yang hak sampai habis. Kedua, seseorang yang
dikaruniai ilmu, kemudian ia mengamalkannya dan mengajarkan ilmunya itu kepada
orang lain,” (HR. Abu Dawud No. 4257)
[iv]
[i] Rosihan Anwar (2008), Akidah
Akhlak, Bandung : Pustaka Setia, cet. , hlm. 263
[ii] Imam Ghazali, Mutiara ihya Ulumudin, Bandung: Mizan,
hlm. 252-253
[iii] Rosihan Anwar, op.cit., hlm.
262-263
[iv] Ibnu Daqieq al-Ied, (2001), Syarah
Hadits Arba’in Imam Nawawi, Yogyakarta: Media Hidayah, cet. 10, hlm. 52
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :