12/04/2013

TAUBAT


Agama Islam tidak memandang manusia seperti malaikat yang tidak mempunyai kesalahan dan dosa.  Kewajiban seorang Mukmin hanyalah senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, salah satunya dengan bertaubat.
Taubat menurut bahasa adalah taba yang berarti kembali, hamba Allah yang bertaubat adalah orang yang kembali dari sesuatu. Misalnya kembali dari sifat-sifat yang tercela menuju sifat-sifat yang terpuji, kembali dari larangan Allah menuju perintah-Nya, kembali dari maksiat menuju ketaatan.
Seseorang bertaubat, karena ia menyadari akan perbuatan tidak baiknya yang telah merugikan orang lain atau dirinya. Oleh karena itu, ia berusaha untuk tidak mengulangi kesalahannya dan diganti dengan amalan-amalan yang baik yang lebih berguna. Sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT dalam firman-Nya: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” (QS. an-Nuur [24]: 31).
Taubat yang baik, yaitu menyesali perbuatan dosa dalam hati, lalu membaca istigfar atau memohon ampun pada Allah dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Bila kesalahan tersebut menyangkut orang lain, bersegeralah meminta maaf kepada yang bersangkutan. Setelah itu ubahlah sikap-sikap buruk dengan akhlak yang terpuji.[i] Sebagaimana yang termaktub dalam hadits berikut ini: “Dari Abu Dzar, Rasulullah SAW bersabda: Bertakwalah kepada Allah dimana saja engkau berada, dan susullah sesuatu perbuatan dosa dengan kebaikan, pasti akan menghapuskannya.” (HR. Tirmidzi). [ii]

Tingkatan Orang Bertaubat
Menurut Imam Ghazali, tingkatan orang yang bertaubat itu ada tiga macam, yaitu :
1.    Taubat Nasuha, yaitu orang yang bertaubat dengan sebenar-benarnya. Sekuat mungkin tidak mengulangi kesalahannya.
2.    Taubat Nafsu Musawallah, yaitu orang yang bertaubat disertai dengan pengazaman untuk tidak mengulanginya. Namun seringkali ia tidak berdaya melawan hawa nafsunya. Setiap kali ia berbuat dosa, setiap itulah dia bertaubat.
3.    Taubat Nafsu Ammarah, yaitu orang yang bertaubat, namun ketika ia berbuat dosa, tidak ada rasa penyesalan sedikit pun akan kesalahannya. Bahkan ia selalu mengulang-ulang kesalahannya tersebut. [iii]
Kaum sufi selalu memandang taubat sebagai upaya positif untuk berpaling dari dosa dan mengarahkan pandangannya kepada Allah semata. Berkali-kali para sufi menekankan, ketulusan dan kesungguhan hati merupakan syarat utama bertaubat. Percayalah bahwa dosa sebesar seratus kali dunia pun, dapat dihapuskan oleh satu ucapan taubat di jalan yang lurus.[iv] Sebagaimana yang termaktub dalam firman-Nya: Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS. asy-Syuura [42]: 25).


[i] Masan Alfat, (1994) Akidah Akhlak, Semarang: PT. Toha Putra Karya, hlm.77
[ii] Ibnu Daqiq al-Ied, (2001), Syarah Hadits Arba’in Imam Nawawi, Yogyakarta: Media Hidayah, cet. 10, hlm. 95
[iii] Masan Alfat, op.cit., hlm. 78-80
[iv] Mohammad Ajmal, (2003) Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam,  Bandung: Mizan, cet. 2, hlm. 402

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar :